Lembaga Filantropi Amerika Kunjungi Komunitas Masyarakat Adat di Bali

Oleh  Komang Era Patrisya

Sebuah Lembaga Filantropi yang berpusat di Amerika : Thousand Current mengunjungi komunitas Masyarakat Adat di desa Adat Tenganan Pegringsingan dan desa Adat Catur di Bali pada 11-12 November 2023.

Dalam kunjungannya selama dua hari di Bali, tiga personil Thousand Current didampingi Pengurus Besar Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dan Pengurus Wilayah AMAN Bali.

Personil Thousand Current menyatakan cukup senang bisa bertemu langsung dengan Masyarakat Adat di Bali.

Rachel Arini, salah seorang personil Thousand Current, menyatakan tujuan dari kunjungan mereka ke komunitas Masyarakat Adat di Bali untuk melihat, berdiskusi dan mengenal lebih dekat tentang Masyarakat Adat.

“Disini, kami ingin belajar dari komunitas Masyarakat Adat, bagaimana cara saling menjaga komunitasnya, termasuk apa saja tantangan ke depan dan kesempatan yang mereka punya di komunitas,” kata Rachel disela kunjungannya di Bali pada Sabtu (11/11/2023).

Rachel mengaku selama berada di Bali, mereka terkesan dengan sambutan Masyarakat Adat Bali yang sangat baik.

Selama berada di Bali, Thousand Current mengawali kunjungannya dengan mendatangi desa Adat Tenganan Pegringsingan. Desa ini tergolong desa adat tua di Bali yang terletak di Kabupaten Karangasem. Desa Tenganan Pegringsingan dikenal dengan tradisi adat dan budayanya yang masih terjaga sampai saat ini. Selain itu, Tenganan Pegringsingan juga termasuk desa yang cukup kuat mengatur dan membentengi dirinya sendiri.

Setelah mengunjungi desa Adat Tenganan Pegringsingan, perwakilan Thousand Current melanjutkan kunjungannya ke Desa Adat Catur.

Desa Adat Catur terletak di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli. Desa Adat Catur merupakan salah satu dari tujuh desa adat anggota AMAN Bali yang turut serta dalam pembentukan AMAN Bali.

Di desa Adat Catur, perwakilan dari pihak Thousand Current sempat berdiskusi dengan tokoh Masyarakat Adat. Setelah itu, pihak Thousand Current beserta pengurus PB AMAN dan PW AMAN Bali mengunjungi perkebunan kopi arabika dan jeruk di Bali. Desa Adat Catur merupakan salah satu sentra perkebunan kopi arabika dan jeruk di Bali.

Rachel menyatakan berdasarkan hasil diskusi mereka dengan AMAN, ada beberapa tantangan internal yang diidentifikasi, salah satunya adalah bagaimana memastikan bahwa AMAN bisa bergerak, berkoordinasi dan melibatkan anggotanya yang banyak sekali dengan berkunjung dan mendengarkan cerita serta tantangan-tantangan yang dihadapi oleh komunitas-komunitas AMAN. Dengan demikian, katanya, secara langsung AMAN dapat mengetahui tindakan-tindakan apa yang harus dilakukan ke depannya.

Kehormatan bagi Masyarakat Adat Bali

Pj Ketua PW AMAN Bali, Ni Made Puriati menyatakan senang mendapat kunjungan dari Thousand Current.

“Kunjungan dari Thousand Current ini suatu kehormatan bagi kami disini,” kata Ni Made Puriati saat menerima kunjungan perwakilan Thousand Current di Bali pada Sabtu (11/11/2023).

Pada kesempatan ini, Ni Made Puriati mencoba menjelaskan tentang profil desa adat yang dikunjungi Thousand Current,  salah satunya profil desa adat Tenganan Pegringsingan.

Perempuan yang akrab disapa Denik ini menerangkan desa adat Tenganan Pegringsingan dikenal dengan sumber daya alamnya yang melimpah. Dari 917,2 hektar luas wilayah desa adatnya, 583.035 hektarnya diantaranya merupakan hutan dan tegalan (kebun).

Sumberdaya lain yang dimiliki Tenganan Pegringsingan adalah 350 liter/detik debit air sungai Buhu. Ni Made Puriati menyebut air sungai ini biasanya digunakan untuk mengairi lahan sawah yang ada di sekitarnya, terutama yang tergabung dalam areal subak Tenganan Pegringangan dan daerah di bawahnya. Di samping itu, air sungai juga digunakan untuk mandi dan mencuci.  Bukan hanya untuk kebutuhan harian.

Ni Made Puriati menuturkan sumberdaya air yang dimiliki ternyata juga bisa dimanfaatkan untuk mengembangkan pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH). Mikro hidro ini dibangun pada tahun 2007, dengan tujuan utama untuk membantu Masyarakat Adat Tenganan Pegringsingan dalam mengelola hasil panennya menggunakan energi ramah lingkungan. Sampai saat ini, mikro hidro masih berfungsi dengan baik, walaupun tidak dapat lagi menggerakan penyosohan beras mereka.

Terkait hal ini, Ni Made Puriati mengajak komunitas Masyarakat Adat untuk saling berkolaborasi dan bersinergi untuk menjaga tradisi, budaya dan wilayah adatnya.

Potensi

Gusti Mangku Rupa selaku Pemimpin Desa Adat Catur dalam penjelasannya kepada perwakilan Thousand Current menyatakan masing-masing desa di Bali memiliki adat-istiadat yang berbeda. Hal ini dikatakan Gusti Mangku Rupa sebagai sebuah potensi karena meskipun memiliki adat istiadat yang berbeda tetapi semua desa adat di Bali memiliki satu tujuan yang sama yaitu mempertahankan adatnya dengan caranya sendiri yang disebut dengan istilah Dresta.

Gusti Mangku Rupa menjelaskan tentang konsep ajaran Tri Hita Karana kepada perwakilan Thousand Current. Dokumentasi AMAN

Gusti Mangku Rupa menjelaskan tentang konsep ajaran Tri Hita Karana yaitu hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan alam dan hubungan manusia dengan manusia.

Ia mencontohkan hubungan manusia dengan manusia adalah beraliansi dengan komunitas-komunitas Masyarakat Adat di Nusantara.  Gusti  berharap keberadaan desa adat di Bali bisa tetap eksis, karena desa adat yang di dalamnya terdapat budaya merupakan sebuah potensi  untuk bisa berkehidupan sosial, berkehidupan ekonomi, berkehidupan budaya, pertahanan dan  keamanan.

Ditempat terpisah, Tokoh Masyarakat Adat Tenganan Pegringsingan, Nyoman Sadra menyatakan kepada perwakilan Thousand Current bahwa tradisi yang ada di Bali saat ini telah terjadi pergeseran sejak zaman dulu hingga sekarang. Hal tersebut dikarenakan pemahaman tentang budaya lokal yang sudah berkurang.

Saat ditanya apakah budaya di Desa Adat Tenganan Pegringsingan bisa bertahan ke depannya, Nyoman Sadra menyatakan itu semua tergantung apakah generasi mudanya mampu memahami konsep-konsep kehidupan yang dipesankan lewat ritual, simbol bahkan pola rumah, pola kain gringsing.

“Kalau ini tidak dipahami oleh generasi kita, bahkan tetua adat pun banyak yang tidak paham akan kosnep ini, bagaimana kita bisa bertahan. Rohnya akan hilang,” kata Nyoman Sadra.

***

Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat dari Bali

Gerai Nusantara Resmi Buka Cabang di Bali

Badung, Bali, www.aman.or.id – Gerai Nusantara merupakan rumahnya produk Masyarakat Adat, salah satu unit usaha KPAM yang merupakan badan otomnom Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), hari ini (Rabu, 20 November 2019) resmi membuka cabang di Bali. Pembukaan cabang ini dikemas dalam bentuk soft opening yang bertepatan dengan Peringatan Hari Kepahlawanan I Gede Ngurah Rai, sekaligus memperingati Bhatara Sri Sedana, yang jatuh pada tanggal 20 November 2019.

Rangkaian acara dihelat di Kawasan Geo Open Space, Jl. Raya Kedampang 77X Kerobokan Kelod, Badung, Bali.

I Made Suarnatha, pemilik Geo Open Space sekaligus juga Pelaksana Tugas (Plt) Badan Pengurus Harian (BPH) AMAN Wilayah Bali dalam sambutannya mengatakan bahwa dipilihnya 20 November sebagai hari pembukaan merupakan pilihan yang tepat.

“Hari ini bertepatan dengan peringatan Sedana, yang dipercayai sebagai waktu yang baik untuk mengalirnya energi kemakmuran. Di saat yang bersamaan, hari ini juga merupakan peringatan hari lahir I Gusti Ngurah Rai, pahlawan nasional yang berasal dari Bali,” kata Suarnatha.

 I Made Suarnatha, Ketua BPH AMAN Wilayah Bali sekaligus pemilik Geo Open Space saat memberikan sambutannya dalam soft opening Gerai Nusantara / Dok: AMAN

Selain mengucapkan selamat terhadap pembukaan cabang baru Gerai Nusantara, sorotan lain Suarnatha adalah terkait nasib petani di Bali yang dinilai sebagai pahlawan tanpa tanda jasa karena kurangnya perhatian. “Bali sudah dikepung dengan pariwisata dan perhotelan, namun nasib petani masih kurang diperhatikan,” sorot Suarnatha. Itu mengapa ia berharap agar berdirinya cabang Gerai Nusantara di Bali dapat menjadi ruang untuk ikut membantu mempromosikan produk-produk pertanian lokal.

Sejalan dengan hal tersebut, saat ini Pemerintah Provinsi Bali sedang menyosialisasikan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 99 Tahun 2018 tentang Pemasaran dan Pemanfaatan Produk Pertanian, Perikanan dan Industri Lokal Bali. Pergub ini diharapkan dapat menjadi katalis untuk meningkatkan daya saing petani Bali sekaligus upaya langsung untuk melindungi produk-produk lokal yang masih kewalahan bersaing dengan produk impor.

Dalam soft opening ini, Dinas Pertanian Provinsi Bali juga turut memberikan dukungannya. Mereka berharap bahwa hadirnya Gerai Nusantara dapat memacu mewujudkan upaya untuk memajukan produk pertanian dan industri lokal dari para petani di Bali.

 Undangan acara soft opening Gerai Nusantara / Dok: AMAN

Pembukaan ini diwarnai dengan pameran hasil karya kerajinan dari berbagai komunitas adat yang merupakan anggota AMAN. Sebagai unit usaha AMAN, Gerai Nusantara menjual berbagai kerajinan yang tidak sekadar bernilai ekonomis, tapi juga sebagai upaya langsung melestarikan kekayaan kultural yang beragam di berbagai kelompok Masyarakat Adat di Nusantara. Misi ini adalah salah satu perwujudan dari misi AMAN untuk mendorong Masyarakat Adat yang bermartabat dan tetap bangga dengan berbagai produk-produk budayanya.

Selain produk-produk dari Gerai Nusantara, acara soft opening ini juga ikut diramaikan dengan dukungan Jendranath, suatu warung/toko yang diisi oleh produk-produk dari mitranya Samdhana. Tidak jauh berbeda dengan Gerai Nusantara, Jendranath juga memasarkan beraneka ragam produk komunitas seperti minyak kelapa dan VCO dari Papua Barat, sagu dari Merauke Papua, olahan pangan lokal dan kopi serta seduhan teh spesial dan lainnya.

Titi Pangestu

AMAN Bali Bangkit, Rekrut Anggota Hingga ke Pelosok Komunitas Masyarakat Adat

Oleh Apriadi Gunawan

Setelah hampir 13 tahun tidak aktif, Pengurus Wilayah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Bali kembali bergeliat merekrut anggota hingga ke pelosok komunitas Masyarakat Adat atau desa adat.

Sejumlah komunitas Masyarakat Adat dilaporkan telah mendaftar menjadi anggota, sementara ada beberapa komunitas lainnya juga telah menghubungi untuk bergabung dengan AMAN Bali.

Pj Ketua PW AMAN Bali, Ni Made Puriati menyebut ada sekitar enam komunitas Masyarakat Adat yang telah menghubunginya untuk menjadi anggota AMAN. Keenamnya merupakan desa adat tua yang berlokasi di pelosok. Mereka bertanya apakah kalau kami masuk menjadi anggota AMAN, dapat terlayani.

“Saya katakan dapat terlayani kalau sesuai dengan program AMAN dan program AMAN sesuai dengan kebutuhan Masyarakat Adat,” kata Ni Made Puriati saat menceritakan pengalamannya dihubungi tetua adat dari beberapa komunitas yang ingin bergabung dengan AMAN Bali pada Rabu (5/7/2023).

Perempuan yang akrab dipanggil Denik ini menerangkan bahwa program AMAN ini telah disosialisasikan di Tenganan pada tanggal 26 Juni 2023. Sekjen AMAN Rukka Sombolinggi beserta rombongan hadir dalam sosialisasi tersebut.

Denik menyebut 37 komunitas Masyarakat Adat dari seluruh Kabupaten di Bali hadir di acara sosialisasi tersebut. Dalam sosialisasi tersebut terungkap salah satu alasan ingin bergabung menjadi anggota AMAN karena tertarik dengan program pemetaan wilayah adat yang selama ini dijalankan oleh AMAN.

“Ini menjadi trigger mereka menghubungi saya,” katanya.

Denik menyatakan sejauh ini ada dua desa atau komunitas Masyarakat Adat yang sudah mendaftar menjadi anggota AMAN Bali. Keduanya sudah menyertakan dokumen berita acara dan profilnya.

Salah satunya adalah komunitas Masyarakat Adat dari desa Tenganan. Desa adat ini tergolong tua. Keberadaanya muncul sebelum ada ekspansi Kerajaan Majapahit ke Bali.

“Desa Tenganan ini merupakan desa adat tertua di Bali. Masyarakat Adatnya sudah ada  sebelum penjajahan Majapahit,” katanya.

Denik menambahkan sistem pemerintahan, budaya dan upacara yang ada di desa Tenganan  berbeda pada umumnya dengan di Bali. Mereka sudah ada sejak abad ke 11, jauh sebelum Majapahit ada di Bali.

“Ini salah satu keunikan desa adat Tenganan,” ujarnya.

Denik menjelaskan secara umum yang tertarik bergabung dengan AMAN adalah komunitas Masyarakat Adat dari desa-desa tua yang ada di Bali. Sementara desa yang sudah bercampur adat dengan modernitas belum sepenuhnya respeck. “Ini tantangan AMAN ke depan,” katanya.

Mandat dari Sekjen AMAN

Denik menerangkan bahwa dirinya diberi mandat oleh Sekjen AMAN Rukka Sombolinggi untuk menghidupkan kembali AMAN di Bali. Dikatakannya, AMAN Bali sudah lama tidak aktif.

“Sejak tahun 2010, AMAN Bali sudah tidak aktif,” terangnya.

Denik menyebut AMAN Bali tidak pernah hadir dalam rapat dan Kongres. Sudah dua kali Bali tidak hadir di Kongres AMAN. Menyikapi hal ini, Pengurus Besar AMAN menunjuk dirinya  sebagai pejabat sementara untuk mengaktifkan kembali AMAN Bali.

“Tugas utama saya  adalah mengkonsolidasikan dan mensosialisasikan AMAN di Bali,” kata Denik.

Program ke depan

Denik menyebut salah satu program yang sudah dilakukannya usai menerima mandat dari Sekjen AMAN adalah mengunjungi komunitas Masyarakat Adat di desa yang sudah terpampang di AMAN pada periode 2009-2015. Ia mengaku ada beberapa desa adat yang masih bisa dikonsolidasikan kembali, namun ada juga yang menyatakan mengundurkan diri dari keanggotaan AMAN. “Ini sudah saya laporkan,” ujarnya.

Denik menyebut jumlah desa adat di Bali seluruhnya ada 1.493 desa adat. Ia sedang membuat dokumen tertulis untuk desa-desa adat yang ingin menjadi anggota AMAN. Denik mengaku tidak pernah memaksakan komunitas Masyarakat Adat dari desa tertentu untuk masuk menjadi anggota AMAN.

Menurutnya, keanggotaan AMAN adalah keanggotaan sukarela berdasarkan kesadaran. “Ini kesempatan kita untuk berjejaring dengan Masyarakat Adat se Nusantara. Bali tidak bisa menangani persoalannya sendiri, kita perlu berjejaring,” tegasnya.

Menurutnya, AMAN Bali bisa bangkit kalau ada anggotanya. Ia menyebut saat ini anggota AMAN Bali yang lama ada tujuh komunitas Masyarakat Adat. Namun, ia masih menunggu dokumen dari berita acara keanggotaan, kesanggupan menjadi anggota AMAN dan juga profil dari ketujuh komunitas tersebut.

Denik optimis AMAN Bali akan bisa aktif. Ia berharap  dalam waktu dekat AMAN Bali bisa menggelar Musyawarah Wilayah untuk menentukan kepengurusan dan membuat program kerja.

“Mudah-mudahan bisa dilakukan Muswil, nanti Muswil akan menentukan kepengurusan dan membuat program kerja,” terangnya.

 

ᴀᴅᴀᴛ ᴅᴀʟᴇᴍ ᴛᴀᴍʙʟɪɴɢᴀɴ

 

ᴅᴜʟᴜ, ᴋɪɴɪ, ᴅᴀɴ ʏᴀɴɢ ᴀᴋᴀɴ ᴅᴀᴛᴀɴɢ

“𝘏𝘢𝘳𝘢𝘱 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘳𝘬𝘢𝘯𝘭𝘢𝘩 𝘬𝘶𝘵𝘶𝘬 𝘱𝘦𝘳𝘫𝘢𝘯𝘫𝘪𝘢𝘯 𝘪𝘯𝘪.

𝘈𝘱𝘢𝘣𝘪𝘭𝘢 𝘢𝘥𝘢 𝘴𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘴𝘦𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘦𝘳𝘬𝘦𝘭𝘢𝘬𝘶𝘢𝘯 𝘫𝘢𝘩𝘢𝘵, 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘱𝘢𝘵𝘶𝘩 𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘱𝘪𝘢𝘨𝘢𝘮 𝘢𝘯𝘶𝘨𝘳𝘢𝘩 𝘗𝘢𝘥𝘶𝘬𝘢 𝘚𝘳𝘪 𝘔𝘢𝘩𝘢𝘳𝘢𝘫𝘢 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘱𝘦𝘯𝘥𝘶𝘥𝘶𝘬 𝘋𝘦𝘴𝘢 𝘛𝘢𝘮𝘣𝘭𝘪𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘸𝘪𝘭𝘢𝘺𝘢𝘩𝘯𝘺𝘢 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘳𝘢𝘩𝘮𝘢𝘯𝘢, 𝘬𝘦𝘴𝘢𝘵𝘳𝘪𝘢, 𝘸𝘦𝘴𝘪𝘢, 𝘴𝘶𝘥𝘳𝘢, 𝘨𝘳𝘢𝘩𝘢𝘴𝘵𝘢 𝘸𝘪𝘬𝘶, 𝘭𝘢𝘬𝘪-𝘭𝘢𝘬𝘪, 𝘱𝘦𝘳𝘦𝘮𝘱𝘶𝘢𝘯, 𝘩𝘢𝘮𝘣𝘢 𝘳𝘢𝘫𝘢, 𝘴𝘦𝘯𝘢𝘱𝘢𝘵𝘪, 𝘱𝘦𝘯𝘥𝘦𝘵𝘢 Ç𝘪𝘸𝘢 𝘥𝘢𝘯 𝘉𝘶𝘥𝘥𝘩𝘢, 𝘰𝘭𝘦𝘩 𝘬𝘢𝘳𝘦𝘯𝘢 𝘪𝘵𝘶 𝘥𝘪𝘣𝘦𝘳𝘪𝘬𝘢𝘯 𝘰𝘭𝘦𝘩 𝘉𝘩𝘢𝘵𝘢𝘳𝘢, 𝘢𝘱𝘢𝘣𝘪𝘭𝘢 𝘪𝘢 𝘵𝘪𝘢𝘥𝘢 𝘵𝘦𝘳𝘣𝘶𝘯𝘶𝘩, 𝘵𝘦𝘳𝘫𝘢𝘯𝘨𝘭𝘢𝘩 𝘥𝘪 𝘮𝘢𝘯𝘢 𝘪𝘢 𝘣𝘦𝘳𝘢𝘥𝘢. 𝘗𝘶𝘵𝘢𝘳𝘭𝘢𝘩 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘭𝘢𝘯𝘺𝘢, 𝘵𝘢𝘳𝘪𝘬𝘭𝘢𝘩 𝘶𝘴𝘶𝘴𝘯𝘺𝘢, 𝘬𝘦𝘭𝘶𝘢𝘳𝘬𝘢𝘯𝘭𝘢𝘩 𝘪𝘴𝘪 𝘱𝘦𝘳𝘶𝘵𝘯𝘺𝘢, 𝘵𝘢𝘳𝘪𝘬𝘭𝘢𝘩 𝘩𝘢𝘵𝘪𝘯𝘺𝘢, 𝘮𝘢𝘬𝘢𝘯𝘭𝘢𝘩 𝘥𝘢𝘨𝘪𝘯𝘨𝘯𝘺𝘢, 𝘱𝘢𝘵𝘢𝘩𝘬𝘢𝘯𝘭𝘢𝘩 𝘵𝘶𝘭𝘢𝘯𝘨𝘯𝘺𝘢. 𝘏𝘢𝘣𝘪𝘴𝘬𝘢𝘯 𝘫𝘪𝘸𝘢𝘯𝘺𝘢..”

Demikian kutipan dari prasasti yang dikeluarkan oleh Raja Sri Suradipha, raja Bali kuno pada tahun 1119 Masehi, yang merupakan anugrah Sri Maharaja kepada penduduk Tamblingan dan seluruh wilayahnya.

Kenapa sang Raja memberikan anugrah perlindungan kepada masyarakat dan wilayah Tamblingan?

Keistimewaan apa yang dimiliki oleh Masyarakat Adat Dalem Tamblingan?

“𝘑𝘢𝘯𝘪 𝘤𝘦𝘯𝘪𝘯𝘨 𝘵𝘦𝘵𝘢𝘱𝘢𝘯𝘨 𝘎𝘢𝘮𝘢 𝘛𝘪𝘳𝘵𝘢𝘯𝘦 𝘳𝘪𝘯𝘨 𝘏𝘪𝘯𝘥𝘶 𝘎𝘰𝘣𝘦𝘥, 𝘬𝘢𝘭𝘪𝘩 𝘸𝘢𝘭𝘪𝘢𝘯 𝘈𝘨𝘶𝘯𝘨, 𝘸𝘢𝘭𝘪𝘢𝘯 𝘴𝘢𝘴𝘢, 𝘸𝘢𝘭𝘪𝘢𝘯 𝘴𝘶𝘴𝘶𝘭…”

“Sekarang anakku lestarikan Gama Tirta nya di Gobleg, begitu pula balian Agung, balian sasa, balian susul…dst.”

Demikian kutipan dari Babad Hindu Gobed tentang bagaimana masyarakat Adat Dalem Tamblingan meninggalkan wilayah danau Tamblingan dan pindah menuju ke daerah dibawahnya untuk seterusnya bermukim disana.

Pada tulisan diatas, telah kita ketahui bagaimana Raja Sri Suradipa membuat prasasti pada abad ke 10, untuk melindungi kawasan Tamblingan beserta masyarakatnya.

Dan kemudian sekitar abad ke 14, masyarakat Adat Dalem Tamblingan memindahkan pemukimannya menuju daerah dibawahnya, yang kemudian menyebar hingga kini menjadi Catur Desa.

𝘒𝘦𝘯𝘢𝘱𝘢 𝘩𝘢𝘳𝘶𝘴 𝘣𝘦𝘳𝘱𝘪𝘯𝘥𝘢𝘩?

Dari kutipan babad diatas, disebutkan mengenai Gama Tirta yang merupakan kepercayaan masyarakat Adat Dalem Tamblingan yang menggunakan sarana Air (Tirta) sebagai dasar dari segala ritual, yang dalam bahasa kekinian kita sebut dengan “𝘔𝘦𝘮𝘶𝘭𝘪𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘈𝘪𝘳”

Gama Tirta tidak hanya dilakoni dalam hal ritual saja, tetapi juga dalam setiap laku, setiap hembusan nafas masyarakat kita. Karena air adalah sumber kehidupan.

Oleh karena itu, kawasan danau Tamblingan dan Alas Mertajati yang merupakan sumber air, tidak hanya bagi Catur Desa, tetapi juga hingga ke daerah hilir, harus dijaga kesucian dan kelestariannya dengan tidak menjadikannya sebagai daerah pemukiman.

Tidak hanya berhenti sampai disana. Kita sebagai masyarakat Adat Dalem Tamblingan, masyarakat Pemulia Air yang menjadikan Alas Mertajati sebagai sumber hidup yang sesungguhnya harus tetap menjaga spirit yang telah kita warisi dari para leluhur kita untuk tetap menjaga kesucian dan kelestarian Alas Mertajati.